BERITA

POLITIK

HUKUM dan HAM

ARTIKEL

BUDAYA

SEJARAH

OPINI

Banyak Dugaan Pelanggaran HAM Tak Tersentuh, Butuh Misi Pencari Fakta

Posted by Unknown on Kamis, 05 Mei 2016 | 0 komentar | Leave a comment...

Direktur Elsham Papua, Ferdinand Marisan saat memberikan keterangan kepada wartawan di Kantor Elsham Papua – 

 Tiga tahun belakangan ini Lembaga Studi Advokasi Hak Asasi Manusia (Elsham) Papua mencatat sedikitnya tiga kasus besar pelanggaran HAM yang terjadi dibeberapa wilayah Provinsi Papua dan beberapa pelanggaran yang belum mendapat penanganan secara tuntas.  
Direktur Elsham Papua, Ferdinand Marisan kepada wartawan di Kantor Elsham Papua, Rabu (4/5/2016) mengatakan bahwa pelanggatan HAM tersebut cenderung disebabkan pembatasan terhadap hak kebebasan berekspresi dan menyampaikan pendapat di muka umum.
“Apa yang dilakukan pihak keamanan terhadap sejumlah aktivis yang melakukan aksi demo termasuk pelanggaran HAM,” katanya.
Marisan mengatakan, tiga kasus terbesar dalam tiga tahun tersebut diantaranya, kasus penangkapan massal oleh aparat gabungan TNI/POLRI yang terjadisejak 25 April hingga 3 Mei 2016 dalam kaitan dengan aksi demo damai yang dikoordir oleh Komite Nasional Papua Barat (KNPB) yang menyebabkan 1.888 orang ditangkap pada berbagai kota di tanah Papua dan di luar Papua.
“Kasus yang kedua adalah penembakan pada saat ibadah 1 Desember 2015 terhadap masyarakat Papua di Kampung Wanampompi, Distrik Yapen Timur, Kabupaten Kepulauan Yapen. Dalam kasus ini empat orang meninggal dunia, dua orang diantaranya terindikasi mengalami penyiksaan hebat oleh aparat kepolisian. Selain itu ada delapan orang mengalami luka berat, 306 orang mahasiswa ditangkap di Jakarta dan 32 orang ditangkap di Nabire,” ujarnya.
Dirinya menambahkan, untuk kasus ketiga pada 2 Mei 2015 lalu dimana sedikitnya 264 orang aktivis KNPB ditangkap oleh aparat kepolisian karena para aktivis tersebut melakukan aksi demo damai menolak peringatan hari integrasi Papua ke dalam NKRI.
“Sumber resmi yang kami dapatkan dari pihak KNPB bahwa antara 30 April hingga 1 Juni 2015, pihak aparat dalam hal ini pihak kepolisian telah menangkap dan menahan 479 anggota mereka yang terlibat dalam aksi demo damai,” katanya.
Dirinya menambahkan bahwa selain tiga kasus tersebut ada beberapa kasus lain yang belum mendapat penanganan secara tuntas adalah konflik antar kelompok yang terjadi di Pasar Youtefa pada 2 Juli 2014lalu. Berdasarkan investigasi pihak Elsham Papua dan Bidang Keadilan, Perdamaian Keutuhan Ciptaan (KPKC) Sinode Gereja Kristen Injili di Tanah Papua, diketahui ada empat orang korban tewas, salah satunya adalah anggota Polres Jayapura.
“Sementara itu ada dua orang dalam kasus tersebut harus menjalani perawatan medis di RS Bhayangkara dan proses interogasi di Polres Jayapura. Kami sudah menyampaikan pengaduan atas kasus tersebut ke Komnas HAM RI, Kompolnas RI dan Bareskrim Polri namun hingga kini penanganan baru sampai pada tingkat verifikasi,” ujarnya.
Ditempat yang sama, Kordinator Divisi Monitoring dan investigasi Elsham Papua, Daniel Randongkir menambahkan, beberapa kasus yang terjadi diatas sama sekali tidak mendapatkan perhatian yang serius dari pemerintah Indonesia untuk menyelesaikan berbagai persoalan HAM di Papua.
“Banyak kasus yang didiamkan. Kami sudah berupaya melaporkan hal ini ke Komnas HAM Papua namun sampai saat ini penanganan pihak Komnas HAM Papua juga belum terlihat, padahal kasus-kasus tersebut perlu dengan segera ditindak lanjuti agar saksi-saksi ahli atau saksi kunci tidak hilang. Itu yang ingin dilakukan oleh negara terhadap rakyat Papua,” katanya.
Untuk itu, pihaknya mewakili aspirasi korban pelanggaran HAM yang sampai saat ini belum mendapatkan keadilan merekomendasikan beberapa poin kepada pemerintah Indonesia yaitu meminta Pacific Island Forum (PIF) segera mengirimkan Tim Pencari Fakta ke Tanah Papua agar bertemu dengan korban pelanggaran HAM yang terjadi sejak 1 Mei 1963 hingga kini.
“Kami juga meminta agar Negara-negara anggota PBB, Organisasi HAM Internasional dan seluruh jaringan pendukung penegakan HAM agar menyerukan dibentuknya suatu Misi Pencari Fakta agar berkunjung ke Papua sebelum pelaksanaan Universal Periodic Review di Dewan HAM PBB pada 2017 mendatang,” ujarnya.

Selanjutnya Elsham Papua juga meminta pemerintah Indonesia harus membuka diri dan mau bekerjasama dengan pihak ketiga yang lebih netral dalam melakukan penyelidikan pelanggaran HAM tanpa melibatkan unsur TNI dan POLRI sebagai institusi yang kerap melakukan tindakan pelanggaran HAM di tanah Papua termasuk individu-individu yang tidak memiliki kualifikasi di bidang HAM.

7 Aktivis KNPB Mengaku Disiksa Di Ruang Tahanan Brimob Kota Raja

Posted by Unknown on | 0 komentar | Leave a comment...

Aktivis KNPB dalam truk Polisi dibawa ke Mako Bri-mob dari Expo Waena

Penghadangan, pembatasan ruang demokrasi, penangkapan dan penahanan terhadap ribuan demonstran KNPB di Markas Komando Brigade Mobil (Mako Brimob) Kota Raja, Jayapura, Papua, pada 2 Mei disertai pemukulan dan penyiksaan terhadap aktivis. Warpo Wetipo, Kordinator aksi di titik aksi Expo mengatakan penahanan dan penyiksaan terjadi terhadap 7 aktivis KNPB di ruang tahanan khusus Markas Komando Bri-mob Karel Satsuitubun Kota Raja, kota Jayapura, Papua.
“Kami ada tujuh orang diperlakukan tidak manusiawi. Mereka memperlakukan kami ini seperti binatang,”ungkap Warpo kepada jurnalis Jubi di Abepura, Kota Jayapura, Papua, Selasa (3/5/2016).
Kata dia, dalam tahanan itu, anggota melakukan interogasi disertai dengan kekerasan. Ada yang menginjak dada atau punggung. Juga pukulan dengan popor senjata ke kepala berulang kali.

“Satu orang Polisi datang salam saya. Pace itu langsung tinju saya di telingga. Telingga saya ini bunyi. Saya tidak sadar satu menit. Saya sadar ketika ada yang hangat dari telingga. Saya pegang begini keluar darah,”ungkapnya.
Giliran anggota lain datang menendang di dada dan punggung. Kata dia, dirinya baru merasa sakit ketika bangun pagi berikutnya.
“Kemarin itu tidak sakit tetapi saat bangun pagi sakit. Saya naik turun tangga asrama itu terasa sesak,” ungkapnya pada 3 Mei 2016.
Arim Tabuni, aktivis KNPB yang ditahan di lingkaran Abe mengakui polisi bertindak brutal. Polisi memutuskan tali komando aksi dan menangkap aktivisnya. Aktivis yang ditangkap dinaikkan ke mobil lapis baja lalu dibawa ke Markas Komando Brimob.
“Pemukulan sejak penangkapan kami di lingkaran Abe jam 9 pagi. Kami dinaikkan ke dalam mobil baja itu lalu disuruh angkat tangan semua. Mereka pukul kami di dada dan kepala. Lebih banyak pukulan di dada jadi kelihatan kami ini tidak luka,” ungkapnya.
Kata dia, sampai di ruanga tahanan khusus dengan suku udara yang sangat panas, mereka disuruh buka celana. Ada aktivis yang menolak, dibantu sejumlah anggota polisi.
“Ada yang tidak mau. Ada polisi juga yang bilang tidak usah buka,” ungkapnya.
Kata dia, selama interogasi, polisi melakukan teror. Polisi ancam bunuh aktivis lalu buang ke laut.
“Yang empat orang ini kita bunuh, isi di karung, buang ke laut jadi makanan ikan saja,” ujar Tabuni mengucapkan ungkapan anggota Bri-mob saat interogasi di ruang penahanan.
Selain tujuh orang itu, kata Warpo, ada empat rekan mereka yang mengalami pemukulan saat penangkapan. Ada dua orang di Sentani dan satu orang wanita di lingkaran Abepura.
Wanita yang berhasil diwawancara jurnalis Jubi mengaku polisi menarik busana yang dikenakan hingga lepas.
“Pakaian yang saya pakai ini asli, lalu mereka tarik hingga tali Bra putus. Bra saya berger dari posisinya sampai dada saya ini kelihatan. Pokoknya dada saya ini telanjang. Mereka seret saya ke mobil sampai lutut kanan saya dan siku tangan kakan saya luka,”ungkapnya sambil menunjuk lukanya.
Kata dia, dirinya bersama rekan-rekan lain di bawa ke Mako Brimob dalam keadaan telanjang dada. Polisi berusaha memberinya kostum untuk menutup dadanya namun ditolak.
“Saya kasih tahu ke mereka. Saya ini lahir dari seorang mama yang bertelanjang dada jadi saya bilang ke mereka lihat inilah saya. Saya tidak pernah salah disini,” ujarnya mengulangi perkataannya kepada polisi pada 2 Mei 2016.
Juru Bicara Kepolisian Daerah Papua, AKBP Patrige Renwarin yang dikonfirmasi tentang tindakan polisi ini mengatakan tidak ada penyiksaan yang dilakukan anggota polisi terhadap aktivis KNPB yang ditahan. Polisi hanya mengamankan lalu membebaskan pada sore harinya.
“Trada penyiksaan,” ungkap Renwarin melalui pesan singkatnya kepada jurnalis Jubi, Rabu (4/5/2016) sore.
Kapolda Papua, Irjen Polisi Paulus Waterpauw yang hadir dalam negosiasi pembebasan para tahanan dengan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Papua dan Pdt. Benny Giay di lapangan Mako Brimob membenarkan ada yang mengalami luka saat penangkapan.
“Saya mendapat laporan tadi ada empat orang. Kalau ada yang lain silakan lapor. Kalau tidak berani, melalui Komnas HAM, ada Pak Frist Ramandey. Nanti kami fasilitasi,” ungkap Kapolda dalam sambutan sebelum para demonstran dipulangkan pada 2 Mei 2016.
Kata dia, dirinya memberikan apresiasi kepada demonstran yang berusaha kooperatif walaupun ada yang mengalami luka-luka.
“Kami tidak ingin ada korban jiwa,” tegasnya.
Gustaf Kawer, pengacara Hak Asasi Manusia, mengatakan penangkapan, penahanan dan penyiksaan ini mengulang pengalaman yang sama. Polisi tidak pernah mau mengubah polanya supaya tidak mengulang kesalahan yang sama. Kata dia, polisi mestinya membuka ruang bagi demonstran. Kalau terus dibatasi, dibungkam dan disiksa ini akan menyuburkan idealisme.
“Ideologi, gerakan ini makin subur dan meluas,” ungkapnya di halaman Mako Brimob.
Kata dia, kalau sudah ada pengakuan penyiksaan, itu sudah melanggar konvenan internasional anti penyiksaan.
“Suruh buka baju, jemur di mata hari ini saja kena konvenan anti penyiksaan,” tegasnya.

Mereka yang mengaku disiksa dan dipukul adalah Warpo Wetipo (31), Doli Ubruangge (27), Arim Tabuni (21), Matias Suu (21), Goty Gobay (23), Kombawe Wanimbo (25), Elias Mujijau (19), Agust Pahabol (23), Izon Kobak (23).

Deklarasi Westminter Yang Menyatakan PEPERA 1969 Langgar Prinsip-prinsip Pelaksanaannya

Posted by Unknown on | 0 komentar | Leave a comment...

Beberapa anggota IPWP berfoto bersama usai menandatangani deklarasi Westminter – Jubi

Pertemuan International Parliamentarians for West Papua (IPWP) di London, 3 Mei 2016 menghasilkan sebuah deklarasi yang dinamakan Deklarasi Westminter.
Deklarasi Westminter ini ditandatangani oleh 95 anggota IPWP di Gedung Parlemen London. Deklarasi ini mendesak dilakukannya Pengawasan Internasional Penentuan Nasib Sendiri bagi bangsa Papua Barat.
Berikut isi Deklarasi Westminter

Kami anggota parlemen yang bertandatangan, yang menjadi anggota International Parliamentarians for West Papua (IPWP):
1. Menyatakan bahwa pelanggaran Hak Asasi Manusia terus terjadi di Papua Barat dan tidak bisa diterima.
2. Memperingatkan bahwa tanpa tindakan internasional rakyat Papua Barat beresiko mengalami kepunahan.
3.. Mengulangi hak rakyat Papua Barat untuk benar-benar menentukan nasib sendiri.
4. Menyatakan terjadi pelanggaran berat dalam prinsip-prinsip pelaksanaan ‘Act of Free Choice’ 1969
5. Mendesak pengawasan internasional dalam penentuan nasib sendiri sesuai dengan Resolusi Majelis Umum PBB 1514 dan 1541 (XV).

Para penandatangan deklarasi ini adalah :

  1.  Benny Wenda (West Papua)
  2.  Andrew Smith MP, Labour (UK)
  3.  Lord Harries (UK)
  4.  John Battle MP (UK)
  5.  Caroline Lucas MP, Green Party (UK)
  6.  Jeremy Corbyn MP, Labour (UK)
  7.  David Amess MP, Conservative (UK)
  8.  Ralph Regenvanu MP, Justice Minister (Vanuatu)
  9.  Powes Parkop MP, Independent MP and Governor of Port Moresby (Papua New Guinea)
  10.  Abel David MP, leader of current opposition party,’Shepherds Alliance’ (Vanuatu)
  11.  Chief Reuben Ishmael VP, ‘Shepherds Alliance’ (Vanuatu)
  12.  Moana Carcasses Kalosil, Prime Minister (Vanuatu)
  13.  Lord Hylton (UK)
  14.  Eva-Britt Svensson MEP (Sweden)
  15.  Leke van den Burg MEP, Social Democrat (The Netherlands)
  16.  Senator Bob Brown, Australian Greens (Australia)
  17.  Senator Sarah Hanson-Young, Australian Greens (Australia)
  18.  Dr Alan Whitehead MP, Labour (UK)
  19.  Michael Foster MP, Labour (UK)
  20.  Betty Williams MP, Labour (UK)
  21.  Jeanette Fitzsimons, Green Party (New Zealand)
  22.  Keith Locke, Green Party Leader (New Zealand)
  23.  Catherine Delahunty MP, Green Party (New Zealand)
  24.  Dr Russell Norman MP, Co-Leader Green Party (New Zealand)
  25.  Keith Vaz MP, Labour (UK)
  26.  Peter Bottomley MP, Conservative (UK)
  27.  Bill Wiggin MP, Conservative (UK)
  28.  Baroness Bottomley of Nettlestone Conservative (UK)
  29.  Edward Vaizey MP, Conservative (UK)
  30.  Lord Kilclooney, Ulster Unionist Party (UK)
  31.  Lord Avebury, Lib Dem (UK)
  32.  Baroness Northover, Lib Dem (UK)
  33.  Patrick J. Kennedy, former ‘Member of Congress (USA)
  34.  Ondrej Liska MP, Minister of Education (Czech Republic)
  35.  Katerina Jacques MP (Czech Republic)
  36.  PÅ™emysl Rabas MP (Czech Republic)
  37.  Maryan Street MP, Labour (New Zealand)
  38.  Pascal Prince MP, Deputy of the Jurassian Parliament (Switzerland)
  39.  Greg Barber MP, Australian Greens (Australia)
  40.  Stephen Williams MP, Lib Dem (UK)
  41.  Jamie Maxton-Graham MP (PNG)
  42.  Boka Kondra MP (PNG)
  43.  Jean Lambert MEP, Green Party (UK)
  44.  Satu Hassi MEP, Green Party (Finland)
  45.  Aileen Campbell MSP (Scotland)
  46.  Jamie Hepburn MSP (Scotland)
  47.  Bill Kidd MSP (Scotland)
  48.  Linda Fabiani MSP (Scotland)
  49.  The Rt Revd John Pritchard, The Bishop of Oxford (UK)
  50.  Senator Richard Di Natale, Leader of Australian Greens (Australia)
  51.  Christine Milne, Australian Greens (Australia)
  52.  Cate Faehrmann, Green NSW MP (Australia)
  53.  Diane Abbott MP, Labour (UK)
  54.  David Martin MEP (UK)
  55.  Senator Urko Aiartza (Basque Country)
  56.  Gary Streeter MP, Conservative (UK)
  57.  Eugenie Sage MP, Green (New Zealand)
  58.  Denise Roche MP, Green (New Zealand)
  59.  Clare Curran MP, Labour (New Zealand)
  60.  Dr. Kennedy Graham MP, Green (New Zealand)
  61.  Senator Clare Moore (Australia)
  62.  Laurie Ferguson MP (Australia)
  63.  Senator John Madigan (Australia)
  64.  Lord Collins of Highbury (UK)
  65.  Jane Prentice MP (Australia)
  66.  Melissa Parke MP Australia)
  67.  Senator Larissa Waters (Australia)
  68.  Nick Brown MP, Labour (UK)
  69.  Senator Bill Perkins, Democrat Party (USA)
  70.  Toeolesulusulu Cedric Schuster (Samoa)
  71.  Claude Moraes MEP (UK)
  72.  Inaki Irazabalbeitia Fernandez MEP (The Basque Country)
  73.  Steffan Browning MP (Green Party of Aotearoa New Zealand)
  74.  Jean Urquhart MSP (Scotland)
  75.  Marco Biagi MSP (Scotland)
  76.  Danielle Auroi, Chairwoman of The European Affairs Committee (France)
  77.  Alison Johnstone MSP (Scotland)
  78.  Gary Juffa, Governor of Oro Province (PNG)
  79.  Molly Scott Cato MEP (South West England and Gibraltar)
  80.  Metiria Turei MP (Coleader Green Party, New Zealand)
  81.  Mojo Mathers MP (Green Party, New Zealand)
  82.  Derick Rawcliff Manu’ari MP (People First Party, Soloman Islands)
  83.  Billy Gordon MP (Australia)
  84.  Senator Lee Rhiannon (Australia)
  85.  Rob Pyne MP (Australia)
  86.  Andy Slaughter MP, Labour Party (UK)
  87.  Christine Grahame MSP (Scotland)
  88.  Senator Scott Ludlam Deputy Leader of Australian Greens (Australia)
  89.  Anneliese Dodds MEP, Labour Party (UK)
  90.  Stewart Maxwell MSP (Scotland)
  91.  Neil Bibby MSP (Scotland)
  92. Jamie Parker MP, Australian Greens (Australia)
  93. Natalie McGarry MP, SNP (UK)
  94. Natalie Bennett, Leader of the Green Party of England and Wales (UK)
  95. Elizabeth May MP, Leader of the Green Party of Canada (Canada)

Ini Deklarasi dan Hasil Pertemuan IPWP di London, Inggris

Posted by Unknown on Rabu, 04 Mei 2016 | 0 komentar | Leave a comment...


Sebuah langkah bersejarah di jalan untuk kebebasan West Papua diambil di London hari ini. Pada pertemuan Parlemen internasional untuk Papua Barat (IPWP) yang berlangsung di Gedung Parlemen Inggris, London, sebuah deklarasi baru dibuat, yakni mendesak pengawasan internasional bagi kemerdekaan West Papua.

Pertemuan itu dihadiri dan didukung oleh Perdana Menteri Tonga, Samuela 'Akilisi Pohiva; Menteri Luar Negeri Vanuatu, Bruno Leingkone; Utusan Khusus (Special Envoy) Solomon Islands untuk West Papua di MSG, Rex Horoi; Menteri Pertanahan Vanuatu, Ralph Regenvanu; Gubernur Provinsi Oro, PNG, Gary Jufa; Tuan Harries dari Pentregarth, Kerajaan Inggris, house of lords, RT. Hon Jeremy Corbyn MP, pemimpin oposisi Inggris yang juga pemimpin Partai Buruh di Inggris; Benny Wenda, juru bicara internasional dari United Liberation Movement for West Papua (ULWMP), Octovianus Mote, Sekjen ULMWP, dan beberapa lainnya Parlemen Inggris.

Perdana Menteri Tonga menyatakan negaranya dengan penuh mendukung perjuangan yang sedang berlangsung di antara orang-orang Papua Barat. Dia menjelaskan bagaimana itu adalah tanggung jawab dari PBB untuk memastikan hak asasi manusia yang ada di West Papua dan dia akan terus mendorong untuk hal ini.
Jeremy Corbyn berbicara tentang sikapnya terhadap West Papua dan perannya sebagai UN observer di Timor Leste. Dia berbicara kebutuhan untuk keadilan dan hak asasi manusia untuk dibebaskan bagi West Papua dan menyatakan bahwa dunia bisa terus mengalami konflik ini atau bisa memilih untuk hidup di dunia yang damai dan keadilan yang akan datang dari pengenalan manusia Hak untuk semua orang - sebuah landasan kebijakan luar negeri. Ia mengulangi dukungan untuk perjuangan untuk kebebasan West Papua dan bagaimana dia akan seperti ini yang akan ditulis dalam kebijakan dari partai buruh Inggris.
Sebuah pernyataan oleh Perdana Menteri Guyana, Musa Nagamootoo dibacakan oleh Melinda Janki, Pengacara HAM Internasional. Perdana Menteri mengatakan negaranya mendukung hak penentuan nasib sendiri bagi orang West Papua.

Sementara itu, Ralph Regenvanu mengatakan dukungan panjang Vanuatu terhadap West Papua. Dia berbicara tentang bagaimana Perdana Menteri Vanuatu yang pertama telah menyatakan bahwa 'vanuatu tidak akan benar-benar merdeka selama negara-negara Melanesia yang lain belum merdeka”. Dia berbicara tentang KOMITMEN OLEH NEGARA MELANESIA UNTUK PAPUA BARAT KE MELANESIA SPEARHEAD GROUP (MSG) Dan Vanuatu bekerja untuk West Papua agar mendapatkan keanggotaan penuh dari MSG di pertemuan yang akan datang.

Rex Horoi, utusan khusus dari Kepulauan Solomon menyampaikan hal-hal yang sedang dilakukan Solomon untuk mendukung West Papua: Secara mendesak menghentikan pelanggaran HAM Di Papua Barat, mengakui identitas politik dari ULMWP dan Interaksi yang strategis dari Pemerintah Kepulauan Solomon dengan tetangga di Pasifik dan di seluruh dunia. Dia juga mendefinisikan ulang pentingnya di pasifik dengan mengubah nama " Negara-negara kepulauan kecil ' sebagai 'Serikat Negara-Negara Samudera besar (Big Ocean states).

Gary Jufa juga menyampaikan hubungan pribadi dirinya dengan orang Papua. Dia bilang bagaimana ayahnya telah menjadi kapten perahu pertama dari pengungsi dari West Papua dan bagaimana dia berjanji bahwa dia akan melakukan segala yang dia bisa untuk berperang dengan mereka karena kebebasan. Dia menjelaskan bahwa Pemerintah PNG masih mengakui kedaulatan Indonesia (gerakan besar di png yang bermunculan dalam mendukung kebebasan papua barat dan bahwa dia akan tetap menjadi salah satu suara politik utama dari gerakan ini.

Lord Harries pertemuan mengenang Benny Wenda ketika ia pertama kali datang ke Inggris pada 2003, bagaimana masalah itu, hampir tidak dikenal pada saat ini dan yang jauh itu datang hari ini dengan wakil-Wakil dari " negara lautan besar' untuk memenangkan masalah West Papua. Dia terus membaca sebuah pernyataan dukungan oleh Pendeta Uskup Agung Emeritus Desmond Tutu; " orang-orang tersayang dan teman dari Papua Barat. Silakan terima, dari ujung selatan dari Afrika, cinta dan berkat seorang pensiun sesame untuk keadilan. Hak Asasi Manusia dan keadilan adalah nilai universal. Ini sudah sangat menyedihkan untuk menyaksikan perkembangan gerakan untuk mengamankan keadilan bagi masyarakat Papua Barat. Panggilan Anda untuk internasional diawasi memilih untuk menentukan akan orang papua barat yang telah mendukung saya. Tuhan memberkati anda."

Akhirnya Benny Wenda, menggambarkan perasaan sekitar berada di sini sekarang setelah perjalanan panjang, mengumumkan bahwa pendudukan Indonesia adalah ilegal dan harus berakhir sekarang. Dia selesai dengan membaca deklarasi yang ditandatangani oleh semua parlemen internasional yang hadir.
Sekretaris Jenderal ULMWP, Octovianus Mote berterima kasih kepada semua termasuk berbagai generasi pejuang kemerdekaan untuk Papua diwakili di sini.

Deklarasi yang berbunyi sebagai berikut:

WESTMINSTER DEKLARASI
UNTUK INTERNATIONAL SUPERVISED VOTE FOR WEST PAPUA

Kami yang bertanda tangan di bawa ini, anggota Parlemen, yang tergabung dalam Anggota Parlemen Internasional Untuk Papua Barat:
1. Menyatakan bahwa pelanggaran HAM yang sedang berlangsung di West Papua tidak bisa diterima.
2. Peringatkan bahwa tanpa aksi internasional Orang West Papua sedang menuju pada resiko kepunahan.
3. Menyatakan kembali hak orang asli West Papua untuk mendentukan nasibnya sendiri.
4. Mendeklarasikan Aksi Pemilihan bebas (act of free choice) tahun 1969 sebagai tindakan kotor yang melanggar prinsip" act of free choice.
5. Memanggil sebuah pengawasan internasional terhadap suara West Papua untuk menentukan nasib sendirisesuai dengan resolusi Majelis Umum PBB 1514 dan 1541 (XV).

URANIUM PAPUA JADI SASARAN FREEPORT DAN AS

Posted by Unknown on Jumat, 04 September 2015 | 0 komentar | Leave a comment...


Selama ini Freeport  sebagai biang konflik yang terjadi di Papua. Kerusakan-kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh penambangan ini tidak kecil.
Sebuah laporan mengagetkan keluar dari seorang Ketua Fraksi Pikiran Rakyat Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi Papua, Yan Permenas Mandenas. Kepada Kantor Berita Antara di Jayapura Mandenas menyatakan bahwa secara diam-diam PT. Freeport Indonesia telah memproduksi uranium sejak delapan bulan silam.
Dikatakannya, Freeport telah mengeruk kekayaan masyarakat Papua serta membohongi pemerintah Indonesia dengan hasil tambang yang disalurkannya melalui jaringan pipa bawah laut.
Sebagaimana diketahui, Freeport adalah perusahaan tambang milik Amerika Serikat yang telah bereksplorasi sejak 1976. Sesuai dengan kontrak karyanya PT Freeport merupakan perusahaan pertambangan umum dengan produk akhir berupa konsentrat yang mengandung logam emas, tembaga dan perak.
Namun, secara diam-diam, dan terselubung, Freeport telah mengambil kekayaan alam di Papua ini selain emas. Dari laporan anggota Komisi C Dewan Perwakilan Rakyat Papua ini yang digali dari para karyawan dan beberapa masyarakat, diketahui bahwa, selain berupa konsentrat, Freeport juga mengeruk uranium.
Uranium adalah bahan bakar reaktor nuklir dan senjata nuklir yang nilainya jauh lebih tinggi dibanding emas. Penambangan uranium memiliki dampak yang sangat besar terhadap lingkungan.
Jarak antara lokasi penambangan dan pemukiman masyarakat harus diatur karena jika tidak, maka bisa berakibat pada ancaman radiasi, karena uranium dapat mengganggu kesehatan penduduk atau makluk hidup lainnya.
Pantas saja pernyataan Mandenas ini membuat Jakarta kalut dan sekaligus reaktif. Adalah Menteri Koordinator Perekonomian yang mengaku belum mendapatkan informasi lebih lanjut mengenai kegiatan penambangan uranium ini.
Komisaris PT. Freeport Indonesia menampik kabar tersebut. Dikatakannya, Freepot hanya menghasilkan konsentrat tembaga, perak dan emas. Tidak lebih dari itu. Dia bekerja sesuai dengan kontrak karyanya dengan pemerintah.
Jika saja kabar diproduksinya uranium ini benar maka Freeport dapat dianggap telah melenceng jauh dari kontrak karyanya ini. Jika ini terbukti, maka pemerintah berhak memberikan sanksi terhadap Freeport. Demikian disampaikan pengamat pertambangan, Marwan Batubara.
Rebutan
Dalam kontek kekayaan alam, Papua menjadi rebutan tiga Negara besar yaitu Amerika Serikat, Inggris dan Australia. Kondisi ini diawali oleh keberadaan Freeport di wilayah ini dan keberhasilannya mengeksplorasi seluruh kekayaan bawah bumi Papua.
Amerika saat ini berada di garda paling depan dalam menguasai kekayaan alam Papua melalui Freeport. Pasalnya, sebagian sahan Freeport dimiliki oleh Freeport McMoran Copper & Gold Inc. Adapun sisanya dimiliki Inggris dan Australia.
Saking prospeknya Papua bagi ketiga Negara tersebut, maka segala upaya dilakukan agar papua dapat lepas dari NKRI. Maka gejolak yang muncul atau dimunculakn jauh melenceng dari persoalan sesungguhnya. Seperti, masalah pelanggaran HAM, pencemaran lingkungan, korupsi, konflik antar penduduk dan lainnya.
Undang-undang Investasi Asing pertama di Indonesia, yaktu UU Nomor 1 tahun 1967, pada pasal 6 ayat 1-h menyatakan pembangkitan tenaga atom sebagai salah satu bidang usaha yang tertutup untuk penanaman modal asing secara penguasaan penuh karena bidang ini dianggap penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak.
Di satu sisi, Amerika tidak dapat berkutik dengan adanya UU tersebut. Tapi, di sisi yang lain, Amerika Serikat dibuat kalang kabut oleh program-program nuklir Negara-negara seperti Libia, Iran dan Korea Utara.
Sedangkan, AS sendiri merupakan Negara konsumen uranium terbesar di dunia, yang mana AS tidak memiliki sumber daya alam yang memadahi mengenai potensi bahan baku nuklir itu. Oleh karena itu, sekecil apapun, potensi uranium di Papua akan disantap oleh AS.
Satu hal yang patut diperhatikan adalah munculnya isu ini yang mencuat ke permukaan secara tiba- tiba. Menanggapi hal tersebut, Marwan melihat bahwa munculnya isu ini berkaitan dengan kondisi lokal dan nasional.
Kondisi lokalnya, selama ini Freeport dianggap sebagai biang konflik yang terjadi di Papua. Kerusakan-kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh penambangan ini tidak kecil. Kenyataan itu dibenarkan oleh Sonny Keraf.
Adapun kondisi nasionalnya pemerintah dianggap tidak bertindak tegas dalam melakukan pengawasan terhadap operasi dan hasil produksi untuk mengetahui apa dan berapa yang sengguhnya mereka produksi.
Mantan Menteri Lingkungan Hidup era Presiden Abdurrahman Wahid Sonny Keraf ini melihat selama apa yang dilakukan Freeport tidak transparan. Dan pemerintah tidak tegas dan serius.
“Bahwa Freeport mendapatkan konsesi memang benar, tapi harus ada koridor, laporan yang transparan untuk mengetahui apa saja mineral yg digali, seberapa emas yang dihasilkan. Ataukah ada energi lainnya,” kata Sonny.
Sebenarnya, dalam kontek ini kemudian menarik perhatian berbagai pihak bahwa daerah di Papua ingin mendapatkan benefit yang lebih besar dari produksi Freeport dengan melempar isu uranium.
Kecuali kalau memang pihak yang memunculkan isu ini mempunyai data valid. Akan tetapi, sudah dapat dipastikan bahwa banyak pihak yang meragukannya. Karena sesungguhnya, peta uranium di dunia sudah diketahui.
Secara internasional sudah diketahui negara-negara yang memiliki kandungan uranium yang meyakinkan atau signifikan. Dan Indonesia tidak termasuk dalam kategori negara yang punya cadangan uranium yang meyakinkan itu.
Sekedar info sob:
1 gram Uranium = 2000 Liter minyak
1 gram Uranium = 3 TON Batu Bara
1 gram Uranium dapat menyalakan 23000 TV selama 1 jam
1 gram Uranium dapat mengerakkan mobil kecil untuk mengelilingi separuh dunia !!

sumber :https://www.facebook.com/ForumHijauIndonesia/posts/426436250780811.

KNPB MENGADAKAN AKSI DUKUNGAN DOA UNTUK PERTEMUAN PIF

Posted by Unknown on Selasa, 01 September 2015 | 0 komentar | Leave a comment...

Komite Nasional Papua barat KNPB mengadakan aksi dukungan doa secara nasional dilaksanakan di seluruh KNPB wilayah dan konsulat di halaman sekertariat masing-masing. Akasi dukungan doa tersebut dilakukan untuk mendungkung pertemuan Pasifik Island Forum (PIF) yang akan dilaksanakan pada tanggal 07-11 Sebtember 2015 di Port Moresby PNG.
Aksi dukungan doa KNPB pusat KNPB Numbay Dan KNPB wilayah Sentani dipusatkan di sekertariat KNPB pusat kampong Vietnam perumnas III Waena. Akasi doa dan dukungan tersebut dimulai pada pukul 11.00 WPB dan berakhir pada pukul 14.20 WPB.
Dalam keiatan tersebut dihadiri oleh pengurus KNPB pusat KNPB Wilayah Numbay dan pengurus KNPB setor bersama anggota KNPB dan juga simpatisan rakyat Papua ikut ambil bagian dalam kegiatan dukungan tersebut. Ada beberapa poin yang menjadi tuntutan yang dipasang dalam spanduk antara lain :
1. FREE WEST PAPUA TO SAVE PASIFIC ISLANDERS FROM COLONIALISM AND CAPITALISM,
2. FREE WEST PAPUA TO SAVE PASIFIC ISLANDERS FROM GLOBAL WARMING,
3. PASIFIC ISLANDERS WE NEED YOUR HELP FROM GENOCIDE,
4. URGE UN. TO GIVE “ADVISORY OPINION” ON POLITICAL STATUE OF WEST PAPUA.
Ketua I KNPB pusat Agus Kossay dalam dalam sambutanya mengatakan rakyat Papua harus mendunkung Pertemuan PIF karena saudara/i kita di pasifik terus mendukung kita, hal ini telah terbucti dengan ULMWP diterima sebagai Obcerver pada KTT di Honiara 26 juni lalu. Sekarang isu west Papua menjadi salah satu agenda di PIF tegasnya.
Oleh karena itu seluruh komponen rakyat Papua harus mendukung ULMWP agar dalam pertemuan Pasifik Island Forum ULMWP bias diteriam sebagai Obcerver dan agenda hak penentuan nasib sendiri bagi rakyat Papua Barat menjadi agenda bersama oleh 16 negara pasifik .
Selain agus mengatakan KNPB bersama rakyat papua mendukung penuh pertemuana pasifik Island Forum dan diharpkan dalam pertemuan ini para peminpin Negara-negara pasifik memutuskan tim pencari fakta dan mendorong west papua ke PBB tegasnya.
West Papua adalah bagian yang tak terpisahkan dari Komunitas Pasifik. West Papua (saat itu Netherland Nieuw Guinea) sebelum aneksasi Indonesia tahun 1962 pernah ikut menjadi anggota South Pacific Commission (SPC). Sejak saat itu kolonial Indonesia telah mengeluarkan West Papua dari pertemuan-pertemuan kawasan, dan menjadikan West Papua sebagai ladang pembantaian, eksploitasi sumber daya alam (SDA). Sementara, perjuangan politik West Papua untuk menentukan nasib sendiri terus berlanjut.
Kami menyatakan bahwa perjuangan West Papua untuk menentukan nasibnya sendiri adalah bagian dari upaya melengkapi proses dekolonisasi di kepulauan-kepulauan Pasifik yang belum tuntas sepenuhnya dilaksanakan. Penindasan yang sedang dialami oleh bangsa Papua adalah suatu krisis Pasifik yang mengganggu stabilitas kawasan Pasifik. Kami berharap para Pemimpin negara-negara Pasifik untuk mendesak PBB memberikan “advisory opinion” (nasehat hukum) tentang status hukum dan Politik West Papua dan mendorong West Papua didaftarkan ke komite dekolonisasi PBB.
Kolonialisme Indonesia dan kapitalisme global telah menyebabkan kehancuran hutan Papua yang merupakan sumber nafas bagi planet ini. Ini adalah ancaman yang mengerikan bagi masa depan-depan pulau-pulau Pasific dari pemanasan global. Tidak ada cara lain, selain membebaskan West Papua dari kolonialisme Indonesia dan kapitalisme global demi menjaga hutan sebagai sumber kehidupan kita.
Kolonialisme Indonesia dan korporasi asing adalah akar dari kejahatan kemanusiaan yang terus terjadi di West Papua. Pemusnahan bangsa Papua baik secara terbuka maupun sistematis terus berlangsung. Sementara Indonesia menjadikan West Papua sebagai wilayah protektorat yang harus diisolasi dari pantauan internasional. Kami mendesak Pemimpin-pemimpin negara Pasifik agar mengirim Tim Pencari Fakta agar secara langsung menginvestigasi kejahatan kemanusiaan di West Papua.
Atas semua itu, kami sangat mendukung agar Forum Kepulauan Pasifik (Pacific Island Forum/PIF) dapat menerima West Papua melalui United Lilberation Movement for West Papua (ULMWP) sebagai observer agar kami dapat ikut berperan aktif dalam membicarakan dan menyelesaikan masalah-masalah di kawasan ini secara bersama-sama

Kadepa: Uang Tak Bisa Menyelesaikan Masalah Papua

Posted by Unknown on Senin, 24 Agustus 2015 | 0 komentar | Leave a comment...

Koordinator Hukum, HAM, Hubungan Luar Negeri DPR Papua, Laurenzus Kadepa - Jubi/Arjuna
Jayapura, Emansiri News – Pernyataan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Luhut Binsar Panjaitan yang mengatakan, setiap tahunnya Pemerintah Pusat menggelontorkan triliunan rupiah dana ke Papua, ditanggapi anggota DPR Papua, Laurenzus Kadepa.
Menurut Koordinator Hukum, HAM, Hubungan Luar Negeri DPR Papua, uang tak bisa menyelesaikan berbagai masalah di provinsi paling Timur Indonesia itu. Banyak dana yang digelontorkan ke Papua, bukan berarti masalah Papua selesai.
“Saya setujuh jika dana untuk Papua pengawasannya diperketat. Namun, makin banyak dana makin subur konflik, yang terpenting ialah komitmen negara untuk merubah pola pendekatan di papua. Ingat, Banyak dana bukan solusi menyelesaikan persoalan di Papua,” kata Kadepa via pesan singkatnya kepada Jubi, Senin (24/8/2015).
Menurutnya, para pejabat di pusat jika berkomentar mengenai Papua, jangan melihat dari sisi anggaran. Berapun nilai uang tak bisa menyelesaikan masalah dan membangun Papua. Yang harus dilakukan negara adalah merubah pola pendekatan di Papua.
“Jadi saya minta, kalau negara serius mau bangun Papua yang lebih baik, selesaikan dulu kasus – kasus penembakan di Paniai, Yahukimo, Dogiyai dan Tolikara, serta pelanggaran HAM berat masa lalu di Papua, sejak 1960 hingga kini. Itu yang dinantikan oleh rakyat Papua kini,” ucapnya.
Sebelumnya, di berbagai media, Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Luhut Binsar Panjaitan mengatakan, pelanggaran-pelanggaran di dalam negeri pun menjadi salah satu hal untuk diperhatikan oleh pemerintah.
Katanya, pemerintah Indonesia tidak mau disalahkan oleh berbagai pihak termasuk asing seolah-olah tidak memahami aturan. Pemerintah telah memberikan anggaran dana yang besar untuk pembangunan di Papua. Sayangnya, hal itu justru tidak jelas ke mana habisnya.

“Kita sudah memberikan dana lebih dari Rp 30 triliun tiap tahun. Tapi kita lihat dana itu sebagian besar, menguap tidak jelas,” kata Luhut. 

sumber :http://tabloidjubi.com/2015/08/24/kadepa-uang-tak-bisa-menyelesaikan-masalah-papua/

Subscription

You can subscribe by e-mail to receive news updates and breaking stories.

Most Popular

Archives

Recent News