Vanuatu dan Papua Barat : Melawan “Batu Karang” Diplomasi Indonesia, AS dan PNG
Posted by Unknown on Sabtu, 02 Mei 2015 | 0 komentar
Oleh : Vo
Nguyen Giap Mambor*
Beberapa kawan minta saya memetakan (memberikan pandangan), terkait
persoalan yang menimpa sekitar 76 (atau lebih) delegasi Papua Barat (dan
termasuk rombongan Papua New Guinea) yang hingga kemarin (4/12) “tertahan” di
Distrik Gerehu, sebuah kota di pinggiran sebelah utara Port Moresby – kota
Gerehu dikenal luas karena memiliki perumahan besar, dan kebanyakan dihuni
warga Papua Barat. Saya menyanggupi tawaran tersebut dan semoga pemetaan ini
bisa membantu kawan-kawan melihat “kesulitan” diplomasi kita hari ini dan
kedepannya, menuju cita-cita pembebasan Nasional Bangsa Papua Barat;
Beberapa faktor
(atau kelompok) yang menghambat keberangkatan puluhan delegasi -tokoh terkemuka
di tujuh wilayah adat Papua– ini ke Saralana, Port Villa, Vanuatu;
(1). Peran
pemerintah Amerika Serikat (AS). Wakil Duta Besar Amerika Serikat untuk Papua
New Guinea (PNG) saat ini adalah Melanie Higgins. Melanie sebelumnya menjabat
Sekertaris Dua Bidang Politik di Kedutaan Besar AS untuk Indonesia (2009-2013),
dan pindah ke PNG awal tahun 2013). Sistem di kedutaan AS (dan rata2 hampir
semua kedutaan), sekertaris dua bidang politik, adalah orang ketiga setelah
Dubes, dan Wakil Dubes. Melanie banyak melakukan perjalanan ke tanah Papua
-saya mencatat hampir9 kali– dan bertemu dengan tokoh2 Papua yang hebat semacam
Socratez Sofyan Yoman, Markus Haluk, Forkorus Yaboisembut, Edison Waromi, Benny
Giay, Yones Douw, Anum Siregar, Alm. Salmon Yumame, Frederika Korain -termasuk
dengan beberapa tokoh perempuan yang sering melakukan perjalanan ke Jakarta dan
luar negeri. Saya mendengar, ia menjadi semacam harapan atau tumpuan untuk
tokoh-tokoh Papua selama di Kedubes AS. Padahal, perempuan ini tak pernah
“sedikitpun” memberikan kontribusi untuk perkembangan dan kemajuan politik dan
diplomasi rakyat Papua, Kecuali, ia membantu urusan keberangkatan tokoh-tokoh
Papua saat hearing di Kongres Amerika Serikat -itupun setelah menerima surat
undangan dari Eni Valeomega- dan saat Hillary Clinton memberikan statement atas
pelanggaran HAM di tanah Papua -itupun karena Kongres Rakyat Papua III yang
terkenal brutal dan jahat; ITU SAJA kontribusi dia untuk orang dan tanah Papua!
Sedangkan apa yang kita (tokoh-tokoh Papua) berikan untuk dia; Informasi
sekecil apapun di Papua, termasuk pergerakan dan diplomasi Papua Merdeka,
pelanggaran HAM dan termasuk pergerakan tokoh2 terkemuka di tanah Papua yang
“harus didekati” selalu sampai ke telinga orang ini dari tokoh Papua, yang akan
dikaji secara serius dan mendalam bersama asisten pribadi dia yang bernama
Anggie. Dan hinga saat ini Anggie masih terus melakukan kontak dengan
tokoh-tokoh Papua setelah jabatan Melanie digantikan oleh James Feldmayer
(mantan komandan AD yang memimpin pasukan AS invasi ke Irak).
Apa hubungan
Melanie dengan delegasi Papua yang tertahan;
(+) Anda tahu,
Melanie mampu mampu, dan sangat baik memetakan “kekuatan” politik rakyat Papua
Barat termasuk diplomasi di luar negeri, secara khusus di kawasan Pasifik dan
“mendiskusikannya” dengan pemerintah Indonesia untuk menjadi sebuah strategi
atau kebijakan dalam meredam diplomasi Papua Merdeka. Peter O’Neil, sangat
dekat dengan Indonesia dan bahkan Amerika Serikat. Karena peran dan kerja
Melanie yang sangat gesit, Michael Somare yang dianggap anti AS disingkirkan
dan Peter O’Neil yang punya pengalaman dan studi di AS dianggap orang yang
tepat untuk “menghambat” diplomasi Papua Merdeka. AS ikut bermain “mengganti”
Somare ditengah jalan, karena Somare dianggap anti AS dan dukungan Papua
Merdeka;
(++) Anda tahu, Melanie mampu dan dengan sangat baik memetakan “diplomasi” Papua di wilayah pasifik, termasuk PNG, untuk djadikan sebuah bahan atau kajian, yang akan ditelaah oleh AS dan PNG untuk menghambat diplomasi Papua Barat di wilayah AS, juga di Australia dan negara-negara kawasan Pasifik. Jangan salah, kegagalan Papua di dalam keanggotaan MSG turut dimainkan secara cantik oleh Melanie; Frans Albert Yoku, Nick Messet, dan Michael Manufandu. Ketiganya adalah boneka yang disetir oleh Melanie;
(+++) Anda tahu, hingga saat ini dia masih melakukan komunikasi dan kontak secara intensif dengan tokoh-tokoh Papua walau sudah menjadi Wakil Dubes AS. Seorang tokoh gereja yang saya hormati dengan bangganya pernah bercerita pada saya, bahwa Melanie sangat rutin mengirimkan informasi soal kegiataan di PNG dan ia juga selalu rutin memberikan informasi soal situasi politik dan HAM di Papua. Ini ada apa dan untuk apa? Dan apakah tokoh gereja ini tidak sadar ia menjadi “informan” untuk pemerintah AS?;
(++) Anda tahu, Melanie mampu dan dengan sangat baik memetakan “diplomasi” Papua di wilayah pasifik, termasuk PNG, untuk djadikan sebuah bahan atau kajian, yang akan ditelaah oleh AS dan PNG untuk menghambat diplomasi Papua Barat di wilayah AS, juga di Australia dan negara-negara kawasan Pasifik. Jangan salah, kegagalan Papua di dalam keanggotaan MSG turut dimainkan secara cantik oleh Melanie; Frans Albert Yoku, Nick Messet, dan Michael Manufandu. Ketiganya adalah boneka yang disetir oleh Melanie;
(+++) Anda tahu, hingga saat ini dia masih melakukan komunikasi dan kontak secara intensif dengan tokoh-tokoh Papua walau sudah menjadi Wakil Dubes AS. Seorang tokoh gereja yang saya hormati dengan bangganya pernah bercerita pada saya, bahwa Melanie sangat rutin mengirimkan informasi soal kegiataan di PNG dan ia juga selalu rutin memberikan informasi soal situasi politik dan HAM di Papua. Ini ada apa dan untuk apa? Dan apakah tokoh gereja ini tidak sadar ia menjadi “informan” untuk pemerintah AS?;
(++++) Anda tahu,
Peter O’neil akan dianggap penghianat atau “menampar” AS dari depan jika bisa
memberangkatkan rombongan Papua Barat ke Port Villa dengan pesawat milik PNG.
Seorang kawan memberitahu saya, Dubes AS untuk PNG, Walter Noth, dan Melanie
berulang kali melakukan pertemuan dengan Menlu PNG, Rumbink Pato dan Peter
O’Neil. Sangat rapi orang-orang ini bermain!;
(2). Peran
Pemerintah Indonesia. Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Repulik
Indonesia untuk PNG, Andreas Sitepu (walau sudah hampir 4 tahun) tak tahu
apa-apa dan tak mengerti apa-apa soal diplomasi Papua Merdeka di kawasan
pasifik. Dan ia tak begitu dekat dengan tokoh-tokoh Papua Merdeka di PNG yang
terkenal ekstrem dan radikal. Dua orang yang punya pengaruh penting di Kedubes
RI untuk PNG justru Robertus Suryonohadi dan Kolonel (TNI) Ignasius Wahyu Hadi.
Robertus menjabat sebagai Sekretaris Dua bidang politik dan Wahyu menjabat
sebagai kepala atase keamanan di Kedubes RI untuk PNG. Dua orang ini pemeluk
Katolik tulen. Punya pengalaman panjang di organisasi yang namanya Perhimpunan
Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI), dan memiliki banyak kawan2
intelektual katolik termasuk jaringan gereja Katolik yang selama ini mampu
memetakan persoalan Papua dengan sangat baik. Termasuk untuk mematahkan
diplomasi-diplomasi di wilayah Pasifik. Robertus mendekatkan diri dengan
tokoh-tokoh politik Papua di Jakarta dan luar negeri, termasuk di Roma. Sedangkan,
Wahyu mendekatkan diri dengan tokoh2 Papua dari kalangan militer yang Katolik
di Papua, termasuk di PNG, untuk kebutuhan analisis bidang keamanan, termasuk
membangun hubungan baik dengan militer Indonesia di wilayah perbatasan yang
sering memberikan kajiaan informasi terkait tokoh-tokoh Papua Merdeka di
Jayapura, dan sekitarnya.
Apa hubungan kedua
orang ini dengan delegasi Papua di Port Moresby;
(+). Saya melihat
dua orang ini (sekarang, atau setelah semua tokoh bertemu di Port Moresby) tahu
siapa saja tokoh2 Papua yang menyeberang, atau sudah sampai di Port Moresby.
Mereka tahu demi kepentingan “data dan kajian” untuk kepentingan pemerintah
Indonesia kedepannya. Saya juga cukup heran, sekitar 70 orang lebih menyeberang
dengan gampang atau tak terdeteksi oleh aparat keamanan Indonesia?
(++). Dua orang ini akan melakukan sebuah kajiaan tentang pergerakan Papua Merdeka, termasuk “mendata” nama orang Papua yang menyeberang, dan dijadikan bahan untuk “melakukan” pemantauaan.
(+++). Dua orang ini berpikir, kapanlah bertemu dengan 70an tokoh Papua yang “mati” merdeka. Artinya mereka sudah datang serahkan diri, baik untuk diterima dan selanjutnya dihambat semua pergerakan tersebut di Port MORESBY.
(++). Dua orang ini akan melakukan sebuah kajiaan tentang pergerakan Papua Merdeka, termasuk “mendata” nama orang Papua yang menyeberang, dan dijadikan bahan untuk “melakukan” pemantauaan.
(+++). Dua orang ini berpikir, kapanlah bertemu dengan 70an tokoh Papua yang “mati” merdeka. Artinya mereka sudah datang serahkan diri, baik untuk diterima dan selanjutnya dihambat semua pergerakan tersebut di Port MORESBY.
(+). Dan kedua orang ini berperang penting dalam “menggagalkan” keberangkatan
delegasi Papua dengan Nugini Air, dengan ancaman, bantuan pemerintah Indonesia
untuk O’Neil dan rakyat PNG akan dihentikan. Dua orang ini berperang penting
dalam pertemuaan O’neil dengan Jokowi.
(3). Peran
pemerintah PNG; Walau tidak signifikan, tapi ada. Seorang kawan di PNG yang
cukup dekat dengan sekretaris pribadi Menteri Pertahanan PNG (Dr Fabian Pok)
memberitahukan sudah “ada” intervensi” yang cukup besar dari AS dan Indonesia
untuk membatalkan rencana tersebut dengan “tawaran-tawaran” yang saya sebutkan
diatas. Diantaranya akan membuat “ekonomi dan politik” PNG tidak stabil.
Termasuk, “O’Neil” diancam untuk diturunkan ditengah jalan, sebelum
sampai 2017. Apalagi, kelompok Michael Somare, mantan Perdana Menteri dianggap
masih berambisi menduduki posisi Perdana Menteri.
Dari point ketiga ini kita bisa melihat :
Dari point ketiga ini kita bisa melihat :
(+). Secara
pemerintahan PNG berjalan dengan efektif, namun dari segi ekonomi politik,
termasuk sistem pemerintahan dikuasai oleh AS dan Indonesia;
(++). Pelajaran ini
tentu harus dilihat baik-baik oleh tokoh-tokoh Papua Merdeka, bahwa suatu kelak
pemebebasan nasional itu tercapai, kita tak boleh didikte siapapun, termasuk
AS, atau Indonesia; Harus berdiri diatas kaki sendiri, seperti Timor Leste yang
tidak punya hutang dan mampu mempidanakan Australia di Mahkamah Peradilan
Internasional di Den Haag, Belanda.
(4). Peran orang
Papua sendiri, saya membaginya dalam dua kelompok;
(+). Orang Papua
pro-Indonesia. Disini, yang kita kenal, dan dianggap berperan dalam menghambat
diplomasi Papua Merdeka adalah Nick Messet, Frans Albert Yoku, dan Michael
Manufandu. Tapi ada kelompok lain yang diistilahkan oleh Benny Giay dan
Socretez sebagai “Garis Keras”. Mereka ini justru yang paling berperan aktif.
Anda tahu, kenapa Joel Rohrohmana (pernah mencalonkan diri jadi Bupati Fak Fak
tapi kalah), dua tahun lalu ditugaskan menjadi Kepala Konjen Indonesia untuk
Kuba. Orang ini dipakai pemerintah Indonesia agar “Orang Papua” tak membangun
hubungan, atau relasi dengan Kuba dan bahkan negara-negara kiri. Pemerintah
Indonesia lebih dulu ingin menyampaikan ke negara-negara komunis, bahwa di
Indonesia ada orang Papua (ras melanesia), sebelum diplomat-diplomat Papua
menyentuh Negara-negara ini. Sekarang, Joel Rohrohmana bertugas di Kedutaan
Besar RI untuk Afrika Selatan. Ini adalah strategi untuk mematahkan diplomasi
Papua di negara-negara kulit hitam. Apakah ada orang Papua yang mengamati
dengan baik, atau memetakan “strategi” seperti ini, sejauh ini saya tidak
melihatnya. Dan saya tak tahu dimana lagi Felix Wanggai, tapi kakak
perempuannya, Suzana Wanggai yang menjadi kepala perbatasan juga turut berperan
aktif untuk menggagalkan delegasi Papua yang akan ke Port Villa. Dua orang yang
saya sebutkan ini semacam “guru” untuk Kementerian Luar Negeri Indonesia
terkait persoalan dan diplomasi Papua Merdeka.
(++). Tokoh2 Papua
Merdeka sendiri. Hal pertama, apakah sebuah diplomasi yang elegan, jika sebuah
pertemuan akbar yang tentu dan akan punya dampak politik yang besar diumbar di
media massa secara luas; Radio New Zealand, dan AFP sangat rutin memberitakan
pertemuaan ini. Di satu sisi, informasi memang penting. Tapi bukanlah hal yang
paling substansial. Artinya, pertemuan ini hanya dibicarakan di tingkatan
internal perjuangan; Dan maaf kata, adalah tindakan bodoh, semua foto, video,
dan rekaman diumbar di media massa, dan jadi bahan bacaan umum. Anda coba
mengunjungi Youtube, dan melihat sekitar enam empat video yang di upload oleh
salah satu tokoh Papua Merdeka. Secara detil vidoe saat pawai di Port Villa, 1
Desember, saat pembukaan atau upacara penyambutan, dan bahkan saat pidato PM
Joe Natuman diunggah untuk jadi tontontan intelijen Indonesia. Apakah ini
bentuk diplomasi orang Papua yang elegan dan merupakan sebuah kemajuan. Saya
katakan tidak, justru pertontonkan kebodohan dalam diplomasi. Coba lihat saja,
pertemuaan Kaledonia Baru dalam KTT MSG, tak banyak vidoe dan tak banyak foto
yang dipublikasikan, namun kita “kalah”. Namun bukan berarti besok kita kalah
lagi, tapi belajar untuk berdiplomasi yang cerdas dan terdidik itu penting. Hal
kedua, bukankah terlihat sebagai sesuatu yang tidak elegan dan terlihat bodoh,
karena pertemuaan akan dilangsungkan pada 1 Desember namun para delegasi dari
Papua Barat baru ke Port Moresy tiga hari, atau dua hari sebelum kegiatan dilangsungkan.
Jarak dari PNG ke Vanuatu itu 1.940 KM, bukan seperti dari Wasior ke Manokari,
atau dari Demta ke Sentani. Berpikirlah sedikit logis tentang transportasi dan
kesulitan lainnya. Seharusnya satu minggu atau dua minggu sebelum simposium
dilangsungkan, delegasi sudah harus berada di Port Moresby agar dapat
memudahkan semuanya, termasuk sedikit mengurang kesulitan-kesulitan yang sudah
terlihat di depan mata.*
*Seorang netizen,
tinggal di Wasior, Teluk Wondama.
Opini ini telah
dimuat di laman facebook. Dipublikasikan
kembali di blog ini atas izin penulisnya.

You can subscribe by e-mail to receive news updates and breaking stories.
0 komentar for "Vanuatu dan Papua Barat : Melawan “Batu Karang” Diplomasi Indonesia, AS dan PNG"
Leave a reply