Kaiko, Pesta Babi di Pegunungan Bismarck PNG

Posted by Unknown on Minggu, 23 Agustus 2015 | 0 komentar


Pesta Kiko di Pedalaman Bismarck Papua New Guinea (PNG)-Jubi-ist
Pesta Kiko di Pedalaman Bismarck Papua New Guinea (PNG)-Jubi-ist
Jayapura, Jubi-Antropolog Roy Rappaport dari Universitas Michigan Amerika Serikat merupakan antropolog pertama yang mempelajari interaksi antara babi, betatas dan manusia dalam ekosistem pegungan di New Guinea secara insentif.

Rappaport mulai meneliti tentang Pesta Babi yang dalam bahasa orang Bismarck disebut Kaiko, Suku Maring di Pegunungan Bismarck, Papua New Guinea (PNG) pada 1963. Dalam penelitiannya dia mengemukakan bahwa Kaiko yang berlangsung selama setahun itu, merupakan usaha pengendalian kawanan babi yang mulai bersaing keras dengan manusia dalam memperebutkan daun dan umbi batatas.

Karena semakin banyak lahan yang harus dicadangkan untuk bisa memberi makan kepada kawanan babi yang berkembang biak semakin cepat. Sedangkan lahan harus dicadangkan untuk memberikan makan kawanan babi yang mulai terasa menjadi hama. Orang belum dapat membuka kembali kebun lama dekat kampung, tetapi harus membuka hutan baru yang beluk dibabat jauh dari kampung.

Hal ini menyebabkan jarak dari kampung ke kebun semakin jauh terutama kaum perempuan yang bertugas memelihara betatas sambil menggendong bayi dan diikuti oleh babi. Dengan demikian tenaga kaum perempuan semakin diperas tenaganya dalam memikul betatas pulang ke kampung , yang bisa menambah bibit pertikaian dengan kaum lelaki di rumah.


Kawanan babi terus berkembang biak sehingga mendesak masyarakat untuk mencadangkan lahan yang luas untuk makanan babi, semakin banyak pula menguras tenaga manusia untuk memelihara babi dan kebun.
Peningkatan populasi manusia maupun babi meningkatkan pula frekwensi konflik interen secara tajam. Bukan hanya karena perebutan sumber daya alam, tetapi juga karena babi-babi itu sendiri merupakan pertikaian abadi. Pada saat pengangguran itu sudah tak tertahankan, suatu pesta babi pun ditiadakan.

Pesta babi dan perang suku merupakan mekanisme kontrol agar populasi manusia dan babi tetap berada dalam batas-batas daya dukung lingkungan hidup mereka. Masuknya peradaban baru terutama pelarangan terhadap perang suku telah membuat perubahan berarti dalam budaya masyarakat Suku Maring di Bismarck PNG.

Kebun betatas, kawanan babu, dan perkampungan penduduk, sebenarnya satu komponen dalam ekosistem penduduk asli di Pegunungan Tengah Papua. Yaitu hutan baik buatan maupun asli di kebun lama, dusun, pandan, maupun hutan perawan yang belum dibuka untuk perkebunan.

Sumber :http://tabloidjubi.com/2015/08/14/kaiko-pesta-babi-di-pegunungan-bismarck-png/. 


0 komentar for "Kaiko, Pesta Babi di Pegunungan Bismarck PNG"

Leave a reply

Subscription

You can subscribe by e-mail to receive news updates and breaking stories.

Most Popular

Archives